Virus African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika merupakan virus yang tidak berbahaya bagi manusia, tetapi mematikan untuk babi. Demam Babi Afrika pertama kali diidentifikasi pada tahun 1921 di Kenya, Afrika Timur. Di Asia, Virus ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010 dan pada bulan Februari 2019, Vietnam mengonfirmasi kasus Demam Babi Afrika. Hal ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi penyakit ini. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menerima laporan kejadian ASF dari pemerintah Indonesia pada 17 Desember 2019. Dalam laporan tersebut, pemerintah menyatakan bahwa sejak 4 September 2019 telah terjadi 392 kali wabah ASF yang menewaskan 28.136 ekor babi pada 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Selain di Sumatera Utara, kematian babi secara massal juga terjadi di Provinsi Bali dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang diduga akibat ASF. Hingga 24 Februari 2020, sebanyak 1.735 ekor babi di tujuh kabupaten/kota di Bali mengalami kematian. Sementara itu, 2.825 ekor babi di lima kabupaten/kota di NTT termasuk Kabupaten Flores Timur mengalami kematian hingga 27 Februari 2020.
Pejabat Otoriter Veterinier, dr. vianey Kitty (Kepala Bidang Kesehatan Hewan) Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Flores Timur menjelaskan bahwa saat ini dilaporkan sedang terjadi kematian babi di Kabupaten Sika yang disebabkan oleh virus ASF dimana virus ini mempunyai tingkat kesakitan dan kematian sangat tinggi, gejala umum yang diketahui : tidak makan, kemerahan diseluruh tubuh, kesulitan berdiri dan bernapas, kematian secara mendadak dan cepat jika sudah mempunyai gejala seperti ini. Upaya pencegahan adalah Biosecurity untuk mencegah agar babi tidak terpapar virus, pencegahan juga dapat dilakukan dengan vaksin namun sampai saat ini masih proses ijin lingkungan untuk masuk ke Indonesia. Kabupaten Flores Timur sudah termasuk dalam daerah endemis ASF sejak tahun 2021. Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Flores Timur dalam upaya penanggulangan virus ASF telah melakukan penjagaan ketat di checkpoint lalu lintas dari arah barat yaitu di desa Boru Kecamatan Wulanggitang dan Desa Adabang Kecamatan Titehena, meningkatkan stok desinfektan untuk didistribusikan ke peternak dan Poskeswan diminta untuk melakukan observasi klinis jika ada laporan. Selain itu telah dikeluarkan surat ke kecamatan untuk diteruskan ke desa se-Kabupaten Flores Timur agar tidak membawa babi atau makanan babi dari luar kabupaten. Peternak segera melaporkan jika ada babi yang sakit, dilarang mengedarkan babi atau daging babi yang sakit, meningkatkan biosecurity dengan melarang orang keluar masuk kandang tanpa ijin serta menjaga sanitasi kandang dan makanan babi.
Desa Sinamalaka salah satu desa di Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur yang melaporkan kematian babi akibat virus ASF. Hal ini menjadi suatu masalah sosial karena mengganggu segala sendi kehidupan masyarakat. Penyebaran virus ASF sangat cepat karena melalui: 1. Kontak langsung dengan hewan terinfeksi, 2. Melalui serangga seperti kutu, 3. Melalui peralatan pertanian dan perkebunan yang terpakai pada bekas kandang binatang terinfeksi; dan 4. Virus ASF dapat hidup beberapa bulan pada daging olahan dan beberapa tahun dalam daging beku.
Pemerintah Desa Sinamalaka telah membuat kebijakan mengalokasikan 20% dana desa di tahun 2023 dana ketahanan pangan untuk membantu peternak babi dan nelayan dengan pengadaan anak babi bagi kepala keluarga yang tidak menerima bantuan dari pemerintah, mengingat harga jual anak babi menjadi lebih mahal setelah mewabahnya Virus ASF. Kebutuhan seremonial adat dan acara pesta (perkawinan, komuni pertama atau kematian) sangat membutuhkan daging babi sebagai bagian penting dalam hidangan. Oleh karena itu, upaya ini sangat terkait erat dengan upaya pencegahan penyebaran virus ASF, yakni membeli langsung dari masyarakat sehingga masyarakat desa tidak menjual atau membeli anak babi dari luar kabupaten atau dari desa lain. Masyarakat sebagai pelaku utama harus mematuhi upaya pencegahan agar virus ASF tidak menyebar dan semakin menimbulkan kerugian kepada masyarakat mengingat belum ada vaksin yang bisa melindungi atau mengobati babi dari Virus ASF.
Penulis : Katharina S. Kelen, SKM (Pranata Humas Kominfo Kab. Flotim)
No responses yet