SIAPA PENCETUS KONSEP SMART CITY?
Gambar: https://www.google.com
Konsep smart city telah menjadi isu besar di bergbagai penjuru dunia saat ini. Konsep ini pada awalnya diciptakan oleh perusahaan International Business Machines (IBM) pada tahun 1990-an setelah sebelumnya sempat dibahas para ahli dunia dengan nama digital city. IBM memberikan pengertian awal bahwa smart city adalah kota yang setiap instrumennya berhubungan dan berfungsi secara cerdas. Kemudian pengertian ini di perluas dan memberikan jaminan untuk membuat semakin banyak kota di seluruh dunia memiliki konsep yang cerdas dengan mengimplementasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pengembangan dan pengelolaan kota untuk meningkatkan kualitas hidup warganya.
Boyd Cohen telah melakukan penelitian mengenai smart city sejak tahu 2011 dan mencoba untuk memahami konsep dari smart city ini, serta mengamati transformasi beberapa kota yang telah mengimplementasikannya. Ia telah menyimpulkan bahwa ada 3 (tiga) fase penting yang berbeda tentang tahap-tahap dimana teknologi mulai diimplementasikan dalam pembangunan kota. Ia mengamati dari masa dimana teknologi hanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar, saat pemeritahan mulai digerakan oleh teknologi, dan terakhir ketika warga masyarakat digerakan oleh teknologi dalam hidup sehari-hari. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilah Smart City 1.0, 2.0, dan 3.0.
Gambar: https://www.google.com
• Smart City 1.0: Technology Driven. IBM atau beberapa perusahaan teknologi multisinal di Amerika lainnya telah melihat potensi teknologi untuk mengubah kota menjadi tempat yang lebih efisien dan didukung oleh teknologi tinggi untuk para inovatornya. Bukan rahasia lagi kota-kota di seluruh dunia saat ini sedang bersaing ketat untuk menerapkan visi smart city dalam pengelolaannya. Visi teknologi-sentris dari smart city tentu dapat menumbuhkan ketersediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan ekonomi kota.
Smart City 1.0 dicirikan oleh penyedia teknologi yang mendorong teknologi sebagai solusi yang tepat dalam pengelolaan kota dan menekankan bahwa teknologi dapat mempengaruhi kualitas hidup warga. Smart City 1.0 juga merupakan filosofi yang mendasari di balik sebagian besar proyek-proyek smart city yang dibangun terlebih dahulu di Portugal hingga di Songdo, Korea Selatan dari perusahaan Living PlanIT dan Cisco. Dalam bukunya, Smart Cities, Anthony Townsend memberikan kritik yang cerdas terhadap Smart City 1.0 dengan alasan bahwa visi urban futuristik yang didorong oleh teknologi akan kehilangan bagian penting dari bagaimana kota berinteraksi dengan warganya.
• Smart City 2.0: Technology Enabled, City-Led. Pada fase ini, kota telah dipimpin oleh walikota beserta administrator kota yang berpikiran maju. Dalam hal ini administrator kota membantu pemimpin untuk menentukan masa depan kota dan berperan dalam menerapkan teknologi cerdas dan inovasi-inovasi yang cemerlang. Mereka akan fokus untuk menemukan solusi agar teknologi dapat menjadi sarana utama untuk meningkatkan kualitas hidup warga. Salah satu contoh dari Smart City 2.0 adalah ketika Walikota Rio pergi ke kantor IBM untuk mencari ahli yang dapat membuat teknologi sensor jaringan untuk mengurangi bencana tanah longsor di lereng bukit Favelas. Proyek ini kemudian menjadi perhatian dunia, terutama pada abad ke 21 ini setelah teknologi-teknologi terus berkembang dan mulai digunakan untuk mendeteksi dan mencegah tindak kejahatan dan untuk administrasi layanan darurat yang terintegrasi dalam smart services.
Sebagian besar kota-kota terkemuka di dunia yang menerapkan konsep smart city, misalnya Barcelona, telah memiliki lebih dari 20 wilayah dengan program smart city, ratusan ruang publik telah tersambung dengan jaringan wi-fi, angkutan umum dengan smart lighting (automatic on-off, energy usage detection, CCTV monitor), serta promosi infrastruktur pengisian kendaraan listrik. Walikota Barcelona telah berusaha untuk memimpin dengan inovasi global dengan tidak hanya memulai banyak proyek, tetapi juga mendukung pertumbuhan industri smart city dan city network melalui Smart City Expo. Seperti banyak kota terkemuka lainnya, Barcelona telah membaca peluang secara signifikan untuk menggunakan teknologi untuk memfasilitasi peningkatan kualitas hidup baik bagi warganya maupun bagi para pengunjung atau turis.
• Smart City 3.0: Citizen co-creation. Pada tahun 2014, model baru telah mulai muncul, dimana kota-kota yang menerapkan konsep smart city mulai merangkul warganya untuk mendorong generasi masa depan menciptakan model kota yang lebih cerdas (smart). Misalnya, Kota Wina dan Barcelona, kota-kota yang aktif menerapkan konsep smart city dengan membangun ratusan proyek. Tetapi beberapa dari proyek tersebut memiliki nuansa yang berbeda, misalnya, dalam kemitraan dengan perusahaan energi lokal, Wien Energy, Wina mengajak warganya untuk turut menjadi investor di pembangunan pembangkit listrik tenaga surya lokal sebagai kontribusi dalam misi sebagai kota dengan sumber energi terbarukan tahun 2050. Hal ini juga diikuti dengan fokus yang kuat dalam melibatkan warga negara untuk menangani masalah perumahan dan kesetaraan gender.
Kota lainnya, Vancouver, juga menjadi salah satu pelopor pembuatan strategi kolaboratif yang ambisius dengan melibatkan 30.000 warganya dalam kerja sama pembentukan Action Plan Vancouver Greenest City tahun 2020. Begitu juga Barcelona, baru saja menyelesaikan proyek inovasi (disebut BCN Open Challenge) dimana kota tersebut memposting 6 (enam) tantangan dan memanfaatkan platform pribadi, Citymart, untuk mengumpulkan ide-ide baik dari warganya maupun dari inovator lokal dan global.
Smart City 3.0 tidak hanya diterapkan oleh kota-kota di negara maju saja. Kota Medellin di Kolombia, salah satu pelopor smart city di Amerika Selatan, merupakan pemenang penghargaan sebagai Kota Inovatif tahun 2013 dari Urban Land Institute. Medellin telah berfokus pada regenerasi perkotaan dari bawah ke atas dengan melibatkan warga dari lingkungan kota yang paling berpengaruh secara langsung di dalam proyek transformatif, seperti proyek kereta gantung, tangga listrik, serta sekolah sekolah dan perpustakaan baru yang didukung dengan teknologi. Tak hanya itu, Medellin juga telah memperluas komitmennya bagi para inovator dari warganya sendiri dengan mengembangkan sebuah distrik atau wilayah inovasi untuk menarik dan mempertahankan bakat kewirausahaan warga.
Ditulis dan diramu oleh Sevy Belang dari berbagai sumber.
No responses yet